Wartawan
atau budayawan atau pengembara yang ingin melakukan perjalanan untuk
tujuan menulis reportase yang menarik, sebaiknya berkaca kepada Empu
Prapanca dan Bujangga Manik. Mereka adalah “wartawan purba” yang mengajari
prinsip-prinsip jurnalisme yang hebat, yang mencatat secara teliti hampir
semua aspek yang ditemui dalam perjalanannya, sehingga ratusan tahun
kemudian—di zaman kini—kita dapat dengan jelas merasakan dan memahami apa
yang terjadi di zaman dulu, zaman yang dikisahkan oleh dua “jurnalis
pioner” itu.
Kalau Prapanca mencatat kondisi Jawa ( plus Nusantara ) pada abad 13 dan 14 M, maka Bujangga Manik mencatat kondisi Jawa dan Bali pada abad 15 dan 16 M menjelang menyebarnya agama Islam oleh jasa para Wali. Sejarah Jawa sudah sangat lama, namun jangan khawatir, pencatatan sejarah Jawa paling lengkap justru bukan dilakukan oleh bangsa asing seperti yang anda-anda duga dan yakini selama ini.
Pencatatan paling lengkap justru oleh pujangga kuno asli Nusantara dalam KITAB BABAD TANAH JAWI. Dan jika selama ini, kitab tersebut kita tertawakan dan kita hina, justru para sarjana barat, terutama sarjana mutakhir, seperti DR.Arysio Santos dan DR.Stephen Oppenheimer justru mengakui keabsahan KITAB-KITAB KUNO JAWA.
SEJARAH JAWA VERSI BABAD TANAH JAWI
Kitab “BABAD TANAH JAWI” banyak dikutip oleh Kitab-kitab turunannya, misalnya : “Kitab Pustaka Raja Purwa”,“Serat Paramayoga”, “Serat Kandha”, “Serat Jitapsara” dan sebagainya.
Kitab-kitab tersebut menyebutkan bahwa Nabi Adam memiliki anak 40 pasang kembar dampit ditambah 2 yang tidak lahir secara kembar. Yang laki-laki Sayidina Sis, sedang yang perempuan Siti Hanun. Diceritakan bahwa nabi Adam berkehendak menjodohkan anak-anak kembar dampitnya dengan cara silang. Namun Siti Hawa, isterinya, menentang dan ingin menjodohkan anak kembar dampitnya dengan pasangan masing-masing.
Kalau Prapanca mencatat kondisi Jawa ( plus Nusantara ) pada abad 13 dan 14 M, maka Bujangga Manik mencatat kondisi Jawa dan Bali pada abad 15 dan 16 M menjelang menyebarnya agama Islam oleh jasa para Wali. Sejarah Jawa sudah sangat lama, namun jangan khawatir, pencatatan sejarah Jawa paling lengkap justru bukan dilakukan oleh bangsa asing seperti yang anda-anda duga dan yakini selama ini.
Pencatatan paling lengkap justru oleh pujangga kuno asli Nusantara dalam KITAB BABAD TANAH JAWI. Dan jika selama ini, kitab tersebut kita tertawakan dan kita hina, justru para sarjana barat, terutama sarjana mutakhir, seperti DR.Arysio Santos dan DR.Stephen Oppenheimer justru mengakui keabsahan KITAB-KITAB KUNO JAWA.
SEJARAH JAWA VERSI BABAD TANAH JAWI
Kitab “BABAD TANAH JAWI” banyak dikutip oleh Kitab-kitab turunannya, misalnya : “Kitab Pustaka Raja Purwa”,“Serat Paramayoga”, “Serat Kandha”, “Serat Jitapsara” dan sebagainya.
Kitab-kitab tersebut menyebutkan bahwa Nabi Adam memiliki anak 40 pasang kembar dampit ditambah 2 yang tidak lahir secara kembar. Yang laki-laki Sayidina Sis, sedang yang perempuan Siti Hanun. Diceritakan bahwa nabi Adam berkehendak menjodohkan anak-anak kembar dampitnya dengan cara silang. Namun Siti Hawa, isterinya, menentang dan ingin menjodohkan anak kembar dampitnya dengan pasangan masing-masing.
Alasannya
sudah merupakan ketentuan takdir dijodohkan sejak dalam kandungan. Dari
silang sengketa antara Adam dan Hawa tersebut kemudian sama-sama marah dan
sama-sama mengeluarkan rahsa yang diterjemahkan sebagai darah. Penulis (Ki
Sondong Mandali) sendiri menterjemahkan sebagai “dayaning urip” (daya
hidup).
Rahsa tersebut kemudian ditempatkan dalam cupumanik (cupu = wadah, manik = inti) dan sama-sama dipanjatkan doa. Rahsa dalam cupumanik Nabi Adam berubah menjadi orok bayi namun hanya ragangan, atau tubuh yang belum bernyawa. Atas kemurahan kodrat dan iradat Allah, bayi yang ada pada cupumanik milik Nabi Adam menjadi lengkap perwujudannya sebagai manusia yang sempurna, kemudian cahaya nurbuwah (kenabian) yang ada di badan Nabi Adam berpindah ke dalam tubuh bayi hingga dapat hidup sempurna.
Rahsa tersebut kemudian ditempatkan dalam cupumanik (cupu = wadah, manik = inti) dan sama-sama dipanjatkan doa. Rahsa dalam cupumanik Nabi Adam berubah menjadi orok bayi namun hanya ragangan, atau tubuh yang belum bernyawa. Atas kemurahan kodrat dan iradat Allah, bayi yang ada pada cupumanik milik Nabi Adam menjadi lengkap perwujudannya sebagai manusia yang sempurna, kemudian cahaya nurbuwah (kenabian) yang ada di badan Nabi Adam berpindah ke dalam tubuh bayi hingga dapat hidup sempurna.
Adam
mendapatkan bisikan dari Allah agar bayi tersebut dinamakan Sayidina Sis
(Nabi Sis) alias Seth atau Set-yang dalam Jitapsara (Kitab susunan Begawan
Palasara, Jawa) disebut Sang Hyang Sita. Nabi Adam memanjatkan syukur
kepada Allah dan menjalankan bisikan gaib tersebut dan bayi digendongnya. Tiba-tiba
datang badai (angin ribut) yang ikut menerbangkan cupu tempat bayi hingga
jatuh di tengah Samudera Hijau dan diterima malaikat Ngazazil.
Malaikat Ngazazil atau Ajajil ini nantinya akan berubah menjadi Iblis.
Cerita tersebut diatas secara samar-samar telah menjelaskan bagaimana Adam (dalam pengertian “ilahi” sebagai Hyang Adhama, Atman, Dzat Sejatining Urip) beremanasi atau bertajalli menjadi Sang Hyang Sita (Nabi Sis). Jelasnya, kelahiran Sang Hyang Sita (Nabi Sis) bukan melalui proses biologis antara Adam dan Hawa. Namun oleh sebab keluarnya rahsa atau “dayaning urip” dan atas kemurahan kodrat dan iradat Allah.
Namun diambil logikanya saja, saya Viddy Ad Daery menyimpulkan,Nabi Sis adalah keturunan Nabi Adam hasil pernikahan dengan Siti Hawa dalam wujud istimewa, disebut-sebut Nabi Sis itu mempunyai sifat dan fisik mirip Nabi Adam, dan bahkan segalanya mirip Nabi Adam, terutama dari segi kecerdasan dan kebijaksanaannya.
Nabi Sis mendapatkan jodoh dari Allah berupa bidadari bernama Dewi Mulat. Malaikat Ngazazil mengetahui dan mendengar bahwa kelak di kemudian hari keturunan Adam akan sangat dikasihi Allah.
Cerita tersebut diatas secara samar-samar telah menjelaskan bagaimana Adam (dalam pengertian “ilahi” sebagai Hyang Adhama, Atman, Dzat Sejatining Urip) beremanasi atau bertajalli menjadi Sang Hyang Sita (Nabi Sis). Jelasnya, kelahiran Sang Hyang Sita (Nabi Sis) bukan melalui proses biologis antara Adam dan Hawa. Namun oleh sebab keluarnya rahsa atau “dayaning urip” dan atas kemurahan kodrat dan iradat Allah.
Namun diambil logikanya saja, saya Viddy Ad Daery menyimpulkan,Nabi Sis adalah keturunan Nabi Adam hasil pernikahan dengan Siti Hawa dalam wujud istimewa, disebut-sebut Nabi Sis itu mempunyai sifat dan fisik mirip Nabi Adam, dan bahkan segalanya mirip Nabi Adam, terutama dari segi kecerdasan dan kebijaksanaannya.
Nabi Sis mendapatkan jodoh dari Allah berupa bidadari bernama Dewi Mulat. Malaikat Ngazazil mengetahui dan mendengar bahwa kelak di kemudian hari keturunan Adam akan sangat dikasihi Allah.
Maka
Ngazazil selalu berdoa kepada Allah dan selalu berupaya agar keturunan
Adam dan keturunannya bisa menyatu. Maksudnya, agar dirinya dapat
menurunkan raja-raja bagi manusia. Doa Ngazazil dikabulkan, kemudian
anaknya, Dlajah atau Dajjal, dibuat mirip dengan Dewi Mulat untuk
menggantikan isteri Nabi Sis tersebut. Sedang Dewi Mulat disembunyikan.
Setelah Ngazazil mengetahui nutfah Nabi Sis (Sang Hyang Sita) jatuh
di telanakan (rahim) Dlajah, maka cepat-cepat Dlajah dibawa pulang
ke kahyangannya dan Dewi Mulat dimunculkan kembali.
Dewi
Mulat melahirkan anak kembar pada waktu julungwangi atau saat matahari
terbit. Yang satu berwujud bayi laki-laki dan yang satunya berwujud Cahya
(Nur).
Pada waktu yang sama Dlajah juga melahirkan, tepat saat julungpujut atau saat matahari tenggelam. Yang dilahirkan Dlajah berwujud Asrar (rahsa) yang berkilauan memancarkan cahaya laksana embun pagi di daun talas. Selanjutnya Asrar tersebut dibawa Ngazazil ke Kusniyamalebari dan dipersatukan dengan anak Nabi Sis dengan Dewi Mulat yang berwujud Cahya (Nur).
Pada waktu yang sama Dlajah juga melahirkan, tepat saat julungpujut atau saat matahari tenggelam. Yang dilahirkan Dlajah berwujud Asrar (rahsa) yang berkilauan memancarkan cahaya laksana embun pagi di daun talas. Selanjutnya Asrar tersebut dibawa Ngazazil ke Kusniyamalebari dan dipersatukan dengan anak Nabi Sis dengan Dewi Mulat yang berwujud Cahya (Nur).
Kemudian
berubah menjadi laksana bayi laki-laki yang masih diliputi cahaya dan
tidak dapat dipegang.Kakek bayi-bayi tersebut, Nabi Adam (Hyang Adhama),
memberi nama Anwas (Nasa, dalam Jitapsara) kepada cucunya yang berwujud
bayi laki-laki (dari Dewi Mulat) dan Anwar (Nara, dalam Jitapsara) kepada cucunya yang
berwujud cahya (persatuan antara anak Dewi Mulat dan anak Dlajah).
Sayid Anwas tekun beribadah kepada Allah SWT., sedang Sayid Anwar gemar bertapa dan berkelana hingga bertemu dengan Malaikat Ngazazil , kakeknya, dan berguru kepadanya. Sayid Anwar mendapatkan berbagai ilmu kesaktian. Bisa berubah sebagai laki-laki atau perempuan, bisa menghilang dan kasat mata (tidak bisa diindera). Juga bisa terbang ke angkasa dan masuk ke perut bumi. Logikanya, saya Viddy Ad Dery menyimpulkan, bahwa Sayid Anwar adalah seorang liberalis atau
menghalalkan segala cara.
Ketika Sayid Anwar pulang dan bertemu Nabi Adam, maka kakeknya melihat berubahnya perilaku cucunya itu. Nabi Adam paham bahwa perubahan itu dikarenakan ulah Ngazazil dan berkata kepada Nabi Sis, bahwa kelak Sayid Anwar akan murtad dari ajaran agama yang dipeluk kakek dan ayahnya.
Paramayoga tidak secara jelas menguraikan tentang malaikat Ngazazil dan bagaimana ceritanya bisa punya “anak” bernama Dlajah. Disinilah “kehalusan” pujangga Jawa dalam menukil ajaran Islam tentang Allah Swt. dan Malaikat.
Sayid Anwas tekun beribadah kepada Allah SWT., sedang Sayid Anwar gemar bertapa dan berkelana hingga bertemu dengan Malaikat Ngazazil , kakeknya, dan berguru kepadanya. Sayid Anwar mendapatkan berbagai ilmu kesaktian. Bisa berubah sebagai laki-laki atau perempuan, bisa menghilang dan kasat mata (tidak bisa diindera). Juga bisa terbang ke angkasa dan masuk ke perut bumi. Logikanya, saya Viddy Ad Dery menyimpulkan, bahwa Sayid Anwar adalah seorang liberalis atau
menghalalkan segala cara.
Ketika Sayid Anwar pulang dan bertemu Nabi Adam, maka kakeknya melihat berubahnya perilaku cucunya itu. Nabi Adam paham bahwa perubahan itu dikarenakan ulah Ngazazil dan berkata kepada Nabi Sis, bahwa kelak Sayid Anwar akan murtad dari ajaran agama yang dipeluk kakek dan ayahnya.
Paramayoga tidak secara jelas menguraikan tentang malaikat Ngazazil dan bagaimana ceritanya bisa punya “anak” bernama Dlajah. Disinilah “kehalusan” pujangga Jawa dalam menukil ajaran Islam tentang Allah Swt. dan Malaikat.
Para pujangga Jawa menghormati ketauhidan Islam dengan
menempatkan Allah Swt. pada wilayah “tan kena kinayangapa”. Serta tetap
membuat misteri tentang posisi Malaikat. Secara samar-samar memposisikan
kesetaraan Malaikat dengan Hyang Adhama, sehingga disebutkan bahwa Malaikat
Ngazazil berkehendak ikut menurunkan raja-raja penguasa manusia. Secara
tersirat menyatakan bahwa Malaikat (sebagai Kuasa Allah) ikut mengatur
“uriping manungsa”. Maksudnya, ikut terlibat dalam proses beremanasinya
Dzat Sejating Urip selanjutnya.
Namun saya Viddy Ad Daery lebih suka melogik-kan kisah ini, karena toh bisa dilogik-kan, kalau kita mempretheli “kisah-kisah mistis”nya.
Kisah Nabi Adam dan Sis
Di dalam Taman Surga lahir seorang manusia yang diberi nama Adam. Ketika Tuhan memilihnya sebagai khalifah, para malaikat yang dipimpin Ajajil mengajukan keberatan karena umat manusia mereka anggap hanya bisa berbuat kerusakan saja. Maka, Tuhan pun mengajari Adam berbagai macam ilmu pengetahuan yang membuatnya mampu mengalahkan kepandaian para malaikat.
Di hadapan para malaikat, Tuhan menguji kepandaian Adam. Para malaikat akhirnya mengakui keunggulan Adam. Tuhan kemudian memerintahkan semua malaikat untuk bersujud menghormat kepadanya. Para malaikat serentak bersujud melaksanakan perintah Tuhan, kecuali makhluk bernama Ajajil. Dialah yang nantinya dikutuk menjadi “Iblis”.
Ajajil menolak bersujud kepada Adam karena baginya hanya Tuhan semata yang pantas disembah. Meskipun mengajukan berbagai alasan, tetap saja Ajajil dianggap sebagai pembangkang. Ajajil kemudian dikeluarkan dari Taman Surga dan dijuluki sebagai Sang Iblis.
Nabi Adam kemudian menikah dengan wanita pilihan Tuhan yang bernama Hawa. Keduanya diizinkan menikmati segala macam isi Taman Surga kecuali buah dari sebuah pohon larangan.
Sementara itu Ajajil Sang Iblis datang menyusup ke dalam Taman Surga dengan menyamar sebagai seekor ular. Tujuannya adalah untuk membuktikan bahwa Adam tidak sempurna dan bisa dikalahkan. Melalui kepandaiannya berbicara, ular samaran Ajajil berhasil menghasut Adam dan Hawa sehingga keduanya memakan buah pohon larangan tersebut. Mengetahui hal itu, Tuhan pun menghukum pasangan tersebut keluar dari Taman Surga.
Namun saya Viddy Ad Daery lebih suka melogik-kan kisah ini, karena toh bisa dilogik-kan, kalau kita mempretheli “kisah-kisah mistis”nya.
Kisah Nabi Adam dan Sis
Di dalam Taman Surga lahir seorang manusia yang diberi nama Adam. Ketika Tuhan memilihnya sebagai khalifah, para malaikat yang dipimpin Ajajil mengajukan keberatan karena umat manusia mereka anggap hanya bisa berbuat kerusakan saja. Maka, Tuhan pun mengajari Adam berbagai macam ilmu pengetahuan yang membuatnya mampu mengalahkan kepandaian para malaikat.
Di hadapan para malaikat, Tuhan menguji kepandaian Adam. Para malaikat akhirnya mengakui keunggulan Adam. Tuhan kemudian memerintahkan semua malaikat untuk bersujud menghormat kepadanya. Para malaikat serentak bersujud melaksanakan perintah Tuhan, kecuali makhluk bernama Ajajil. Dialah yang nantinya dikutuk menjadi “Iblis”.
Ajajil menolak bersujud kepada Adam karena baginya hanya Tuhan semata yang pantas disembah. Meskipun mengajukan berbagai alasan, tetap saja Ajajil dianggap sebagai pembangkang. Ajajil kemudian dikeluarkan dari Taman Surga dan dijuluki sebagai Sang Iblis.
Nabi Adam kemudian menikah dengan wanita pilihan Tuhan yang bernama Hawa. Keduanya diizinkan menikmati segala macam isi Taman Surga kecuali buah dari sebuah pohon larangan.
Sementara itu Ajajil Sang Iblis datang menyusup ke dalam Taman Surga dengan menyamar sebagai seekor ular. Tujuannya adalah untuk membuktikan bahwa Adam tidak sempurna dan bisa dikalahkan. Melalui kepandaiannya berbicara, ular samaran Ajajil berhasil menghasut Adam dan Hawa sehingga keduanya memakan buah pohon larangan tersebut. Mengetahui hal itu, Tuhan pun menghukum pasangan tersebut keluar dari Taman Surga.
Adam
kemudian membangun tempat tinggal baru di daerah Asia Barat Daya bernama
Kerajaan Kusniyamalebari. Setelah memimpin selama 129 tahun, barulah Adam
dan Hawa memiliki keturunan. Setiap kali melahirkan mereka mendapatkan
putra dan putri sekaligus. Putra yang tampan lahir bersama putri yang
cantik, sedangkan putra yang jelek lahir bersama putri yang jelek pula.
Setelah lahir lima pasangan, Adam dan Hawa berniat menikahkan putra dan putri mereka itu. Adam memutuskan untuk menikahkan putra yang tampan dengan putri yang jelek, serta sebaliknya. Sementara itu, Hawa mengusulkan agar putra yang tampan dinikahkan dengan putri yang cantik, serta putra yang jelek dengan putri yang jelek, sesuai pasangan kelahiran masing-masing.
Adam dan Hawa sama-sama saling mempertahankan pendapat. Keduanya sepakat mengeluarkan rahsa untuk mendapatkan petunjuk dari Tuhan. Atas kehendak Tuhan, rahsa milik Adam tercipta menjadi bayi namun hanya berwujud ragangan, sementara rahsa milik Hawa tetap berwujud darah. Menyaksikan hal itu Hawa pasrah terhadap keputusan Adam.
Beberapa waktu kemudian, cahaya nubuwah Adam keluar dari dahinya dan berpindah pada tubuh ragangan bayi tersebut. Akibatnya, ragangan bayi itu hidup menjadi bayi normal. Tuhan memberi petunjuk supaya bayi tersebut diberi nama Sis, di mana kelak ia akan menurunkan para pemimpin dunia. Adam sangat bersyukur dan membawa bayi Sis pulang.
Setelah Adam pergi, cupu yang tadinya digunakan sebagai wadah rahsa terhempas oleh angin kencang sehingga jatuh di dekat Samudera Hijau. Cupu tersebut ditemukan oleh Malaikat Ajajil dan disimpannya sebagai pusaka, dan diberi nama Cupumanik Astagina.
Beberapa tahun kemudian Sis tumbuh menjadi manusia istimewa yang memiliki keunggulan dibandingkan dengan saudara-saudaranya yang lain. Selain memiliki lima pasang kakak, Sis juga memiliki 35 pasang adik dan seorang adik perempuan yang lahir tanpa pasangan bernama, Siti Hunun.
Pada suatu hari Nabi Adam mengutus Sayid Sis untuk mengambil buah di Taman Surga. Sis berhasil memasuki tempat tersebut dan mendapatkan buah yang diinginkan ayahnya. Selain itu, Sis juga mendapatkan anugerah dari Tuhan berupa seorang bidadari bernama Dewi Mulat.
Sis kemudian menikah dengan Mulat. Keduanya hidup berumah tangga di negeri Kusniyamalebari.
Set menurut kepercayaan Islam
Set (Syits) (sekitar 3630-2718 SM), hidup selama kurang lebih 912 tahun, meninggal pada usia 1042 tahun. Menikah dengan Azura (Hazurah), kemudian mengandung seorang anak yang bernama Enos pada usia 105 tahun. Ia salah seorang anak Adam, yang dianggap sebagai salah satu dari nabi-nabi dalam Islam. Ia juga termasuk guru Nabi Idris yang pertama kali mengajarkan baca-tulis, ilmu falak, Menjinakkan kuda dan lain-lain.
Dalam versi yang lain , ada keturunan Nabi Sis yang disebut Sanghyang Wenang.Sanghyang Wenang adalah nama seorang dewa senior dalam tradisi
pewayangan Jawa. Ia dianggap sebagai leluhur Batara Guru, pemimpin Kahyangan Suralaya. Ia sendiri bertempat tinggal di Kahyangan Awang-awang Kumitir.
Setelah lahir lima pasangan, Adam dan Hawa berniat menikahkan putra dan putri mereka itu. Adam memutuskan untuk menikahkan putra yang tampan dengan putri yang jelek, serta sebaliknya. Sementara itu, Hawa mengusulkan agar putra yang tampan dinikahkan dengan putri yang cantik, serta putra yang jelek dengan putri yang jelek, sesuai pasangan kelahiran masing-masing.
Adam dan Hawa sama-sama saling mempertahankan pendapat. Keduanya sepakat mengeluarkan rahsa untuk mendapatkan petunjuk dari Tuhan. Atas kehendak Tuhan, rahsa milik Adam tercipta menjadi bayi namun hanya berwujud ragangan, sementara rahsa milik Hawa tetap berwujud darah. Menyaksikan hal itu Hawa pasrah terhadap keputusan Adam.
Beberapa waktu kemudian, cahaya nubuwah Adam keluar dari dahinya dan berpindah pada tubuh ragangan bayi tersebut. Akibatnya, ragangan bayi itu hidup menjadi bayi normal. Tuhan memberi petunjuk supaya bayi tersebut diberi nama Sis, di mana kelak ia akan menurunkan para pemimpin dunia. Adam sangat bersyukur dan membawa bayi Sis pulang.
Setelah Adam pergi, cupu yang tadinya digunakan sebagai wadah rahsa terhempas oleh angin kencang sehingga jatuh di dekat Samudera Hijau. Cupu tersebut ditemukan oleh Malaikat Ajajil dan disimpannya sebagai pusaka, dan diberi nama Cupumanik Astagina.
Beberapa tahun kemudian Sis tumbuh menjadi manusia istimewa yang memiliki keunggulan dibandingkan dengan saudara-saudaranya yang lain. Selain memiliki lima pasang kakak, Sis juga memiliki 35 pasang adik dan seorang adik perempuan yang lahir tanpa pasangan bernama, Siti Hunun.
Pada suatu hari Nabi Adam mengutus Sayid Sis untuk mengambil buah di Taman Surga. Sis berhasil memasuki tempat tersebut dan mendapatkan buah yang diinginkan ayahnya. Selain itu, Sis juga mendapatkan anugerah dari Tuhan berupa seorang bidadari bernama Dewi Mulat.
Sis kemudian menikah dengan Mulat. Keduanya hidup berumah tangga di negeri Kusniyamalebari.
Set menurut kepercayaan Islam
Set (Syits) (sekitar 3630-2718 SM), hidup selama kurang lebih 912 tahun, meninggal pada usia 1042 tahun. Menikah dengan Azura (Hazurah), kemudian mengandung seorang anak yang bernama Enos pada usia 105 tahun. Ia salah seorang anak Adam, yang dianggap sebagai salah satu dari nabi-nabi dalam Islam. Ia juga termasuk guru Nabi Idris yang pertama kali mengajarkan baca-tulis, ilmu falak, Menjinakkan kuda dan lain-lain.
Dalam versi yang lain , ada keturunan Nabi Sis yang disebut Sanghyang Wenang.Sanghyang Wenang adalah nama seorang dewa senior dalam tradisi
pewayangan Jawa. Ia dianggap sebagai leluhur Batara Guru, pemimpin Kahyangan Suralaya. Ia sendiri bertempat tinggal di Kahyangan Awang-awang Kumitir.
Kisah
kehidupan Sanghyang Wenang yang diangkat dalam pentas pewayangan
antara lain bersumber dari naskah “ Serat Paramayoga” yang disusun oleh pujangga Ranggawarsita, yang tentunya mengacu ke induk “Babad Tanah Jawi”.
Asal-usul
“Serat Paramayoga” merupakan karya sastra berbahasa Jawa yang isinya merupakan perpaduan unsur Islam, Hindu, dan Jawa asli. Tokoh Sanghyang Wenang misalnya, disebut sebagai leluhur dewa-dewa Mahabharata sekaligus keturunan dari Nabi Adam.
antara lain bersumber dari naskah “ Serat Paramayoga” yang disusun oleh pujangga Ranggawarsita, yang tentunya mengacu ke induk “Babad Tanah Jawi”.
Asal-usul
“Serat Paramayoga” merupakan karya sastra berbahasa Jawa yang isinya merupakan perpaduan unsur Islam, Hindu, dan Jawa asli. Tokoh Sanghyang Wenang misalnya, disebut sebagai leluhur dewa-dewa Mahabharata sekaligus keturunan dari Nabi Adam.
Sanghyang
Wenang merupakan putra Sanghyang Nurrasa, yaitu putra Sanghyang Nurcahya,
yakni putra Nabi Sis, putra Nabi Adam. Ia memiliki seorang kakak bernama
Sanghyang Darmajaka dan seorang adik bernama Sanghyang Pramanawisesa. Setelah
dewasa, Sanghyang Wenang mewarisi takhta Kahyangan Pulau Dewa dari
ayahnya. Kahyangan ini konon sekarang terletak di negara Maladewa, di
sebelah barat India.Namun ada juga yang menafsirkan “Pulau Jawa” atau
secara umum menafsirkan “Nusantara”, karena dulunya seluruh Nusantara ini
bersatu dalam satu daratan maha luas yang disebut Sunda Platz atau
Atlantis.
Berselisih dengan Nabi Sulaiman
Sanghyang Wenang dipuja bagaikan Tuhan oleh para penduduk Pulau Dewa
alias Nusantara yang saat itu kebanyakan dari bangsa jin. Secara logika bisa disebut, bahwa penduduk Nusantara zaman dulu adalah kaum primitif, telanjang bulat atau hanya berpakaian cawat, namun mempunyai tenaga raksasa ! Dan itu sudah dibuktikan oleh situs-situs sejarah !
Berselisih dengan Nabi Sulaiman
Sanghyang Wenang dipuja bagaikan Tuhan oleh para penduduk Pulau Dewa
alias Nusantara yang saat itu kebanyakan dari bangsa jin. Secara logika bisa disebut, bahwa penduduk Nusantara zaman dulu adalah kaum primitif, telanjang bulat atau hanya berpakaian cawat, namun mempunyai tenaga raksasa ! Dan itu sudah dibuktikan oleh situs-situs sejarah !
Soal
kekafiran atau kejahiliyahan para penduduk Jawa atau Nnusantara masa lalu
itu didengar oleh Nabi Sulaiman pemimpin Bani Israil. Para pengikut
Nabi Sulaiman mendesak supaya Sanghyang Wenang diberi hukuman. Nabi
Sulaiman pun mengirim panglimanya yang bernama Jin Sakar untuk menyerang
Pulau Dewa.
Jin Sakar tiba di tujuannya. Namun justru dirinya yang berhasil dikalahkan Sanghyang Wenang. Jin Sakar dikirim balik untuk mencuri rahasia kesaktian Nabi Sulaiman, yaitu Cincin Maklukatgaib pemberian Tuhan. Setelah berhasil mencuri cincin tersebut, Jin Sakar kembali ke Pulau Dewa, namun Cincin Maklukatgaib jatuh tercebur ke dasar laut.
Nabi Sulaiman jatuh sakit setelah kehilangan cincinnya. Berkat doanya yang tekun, ia pun memperoleh kesembuhan. Pulau Dewa tempat Sanghyang Wenang dipasangi tumbal sehingga meledak dan hancur menjadi pulau-pulau kecil. Sanghyang Wenang sendiri bahkan sampai mengungsi kedasar laut. Saya, Viddy Ad Daery mengambil logika dari folklor ini.
yaitu terjadi bencana katastrofis yakni meledaknya dua gunung
raksasa, gunung Toba Kuno dan gunung Krakatau Kuno, yang mengakibatkan
pecahnya Benua Atlantis ( Sunda Platz ) menjadi pulau-pulau kecil yang
kini disebut Nusantara.Jin Sakar tiba di tujuannya. Namun justru dirinya yang berhasil dikalahkan Sanghyang Wenang. Jin Sakar dikirim balik untuk mencuri rahasia kesaktian Nabi Sulaiman, yaitu Cincin Maklukatgaib pemberian Tuhan. Setelah berhasil mencuri cincin tersebut, Jin Sakar kembali ke Pulau Dewa, namun Cincin Maklukatgaib jatuh tercebur ke dasar laut.
Nabi Sulaiman jatuh sakit setelah kehilangan cincinnya. Berkat doanya yang tekun, ia pun memperoleh kesembuhan. Pulau Dewa tempat Sanghyang Wenang dipasangi tumbal sehingga meledak dan hancur menjadi pulau-pulau kecil. Sanghyang Wenang sendiri bahkan sampai mengungsi kedasar laut. Saya, Viddy Ad Daery mengambil logika dari folklor ini.
Membangun Kahyangan Tengguru
Beberapa tahun kemudian setelah Nabi Sulaiman meninggal, Sanghyang Wenang pun muncul kembali dan membangun kahyangan baru di Gunung Tengguru. Setelah memimpin sekian tahun lamanya, Sanghyang Wenang mewariskan takhta ahyangan kepada putranya yang bernama Sanghyang Tunggal. Setelah itu, ia sendiri juga manunggal, bersatu ke dalam diri putranya itu.
Meskipun Sanghyang Wenang telah bersatu ke dalam diri Sanghyang Tunggal, namun para dalang dalam pementasan wayang masih tetap memunculkan tokoh Sanghyang Wenang dalam lakon-lakon tertentu. Hal ini dimungkinkan karena setelah bersatu dengan ayahnya, Sanghyang Tunggal tetap memakai nama ayahnya, yaitu Sanghyang Wenang sebagai salah satu nama julukannya.
Kalau diambil logikanya, pemakaian nama warisan adalah hal biasa sampai sekarang, misalnya Sultan Hamengku Buwono I mewariskan nama kepada putranya, Sultan Hamengku Buwono II dan seterusnya sampai kini.
Wartawan
atau budayawan atau pengembara yang ingin melakukan perjalanan untuk
tujuan menulis reportase yang menarik, sebaiknya berkaca kepada Empu
Prapanca dan Bujangga Manik. Mereka adalah “wartawan purba” yang mengajari
prinsip-prinsip jurnalisme yang hebat, yang mencatat secara teliti hampir
semua aspek yang ditemui dalam perjalanannya, sehingga ratusan tahun
kemudian—di zaman kini—kita dapat dengan jelas merasakan dan memahami apa
yang terjadi di zaman dulu, zaman yang dikisahkan oleh dua “jurnalis
pioner” itu.
Kalau Prapanca mencatat kondisi Jawa ( plus Nusantara ) pada abad 13 dan 14 M, maka Bujangga Manik mencatat kondisi Jawa dan Bali pada abad 15 dan 16 M menjelang menyebarnya agama Islam oleh jasa para Wali. Sejarah Jawa sudah sangat lama, namun jangan khawatir, pencatatan sejarah Jawa paling lengkap justru bukan dilakukan oleh bangsa asing seperti yang anda-anda duga dan yakini selama ini.
Pencatatan paling lengkap justru oleh pujangga kuno asli Nusantara dalam KITAB BABAD TANAH JAWI. Dan jika selama ini, kitab tersebut kita tertawakan dan kita hina, justru para sarjana barat, terutama sarjana mutakhir, seperti DR.Arysio Santos dan DR.Stephen Oppenheimer justru mengakui keabsahan KITAB-KITAB KUNO JAWA.
SEJARAH JAWA VERSI BABAD TANAH JAWI
Kitab “BABAD TANAH JAWI” banyak dikutip oleh Kitab-kitab turunannya, misalnya : “Kitab Pustaka Raja Purwa”,“Serat Paramayoga”, “Serat Kandha”, “Serat Jitapsara” dan sebagainya.
Kitab-kitab tersebut menyebutkan bahwa Nabi Adam memiliki anak 40 pasang kembar dampit ditambah 2 yang tidak lahir secara kembar. Yang laki-laki Sayidina Sis, sedang yang perempuan Siti Hanun. Diceritakan bahwa nabi Adam berkehendak menjodohkan anak-anak kembar dampitnya dengan cara silang. Namun Siti Hawa, isterinya, menentang dan ingin menjodohkan anak kembar dampitnya dengan pasangan masing-masing.
Kalau Prapanca mencatat kondisi Jawa ( plus Nusantara ) pada abad 13 dan 14 M, maka Bujangga Manik mencatat kondisi Jawa dan Bali pada abad 15 dan 16 M menjelang menyebarnya agama Islam oleh jasa para Wali. Sejarah Jawa sudah sangat lama, namun jangan khawatir, pencatatan sejarah Jawa paling lengkap justru bukan dilakukan oleh bangsa asing seperti yang anda-anda duga dan yakini selama ini.
Pencatatan paling lengkap justru oleh pujangga kuno asli Nusantara dalam KITAB BABAD TANAH JAWI. Dan jika selama ini, kitab tersebut kita tertawakan dan kita hina, justru para sarjana barat, terutama sarjana mutakhir, seperti DR.Arysio Santos dan DR.Stephen Oppenheimer justru mengakui keabsahan KITAB-KITAB KUNO JAWA.
SEJARAH JAWA VERSI BABAD TANAH JAWI
Kitab “BABAD TANAH JAWI” banyak dikutip oleh Kitab-kitab turunannya, misalnya : “Kitab Pustaka Raja Purwa”,“Serat Paramayoga”, “Serat Kandha”, “Serat Jitapsara” dan sebagainya.
Kitab-kitab tersebut menyebutkan bahwa Nabi Adam memiliki anak 40 pasang kembar dampit ditambah 2 yang tidak lahir secara kembar. Yang laki-laki Sayidina Sis, sedang yang perempuan Siti Hanun. Diceritakan bahwa nabi Adam berkehendak menjodohkan anak-anak kembar dampitnya dengan cara silang. Namun Siti Hawa, isterinya, menentang dan ingin menjodohkan anak kembar dampitnya dengan pasangan masing-masing.
Alasannya
sudah merupakan ketentuan takdir dijodohkan sejak dalam kandungan. Dari
silang sengketa antara Adam dan Hawa tersebut kemudian sama-sama marah dan
sama-sama mengeluarkan rahsa yang diterjemahkan sebagai darah. Penulis (Ki
Sondong Mandali) sendiri menterjemahkan sebagai “dayaning urip” (daya
hidup).
Rahsa tersebut kemudian ditempatkan dalam cupumanik (cupu = wadah, manik = inti) dan sama-sama dipanjatkan doa. Rahsa dalam cupumanik Nabi Adam berubah menjadi orok bayi namun hanya ragangan, atau tubuh yang belum bernyawa. Atas kemurahan kodrat dan iradat Allah, bayi yang ada pada cupumanik milik Nabi Adam menjadi lengkap perwujudannya sebagai manusia yang sempurna, kemudian cahaya nurbuwah (kenabian) yang ada di badan Nabi Adam berpindah ke dalam tubuh bayi hingga dapat hidup sempurna.
Rahsa tersebut kemudian ditempatkan dalam cupumanik (cupu = wadah, manik = inti) dan sama-sama dipanjatkan doa. Rahsa dalam cupumanik Nabi Adam berubah menjadi orok bayi namun hanya ragangan, atau tubuh yang belum bernyawa. Atas kemurahan kodrat dan iradat Allah, bayi yang ada pada cupumanik milik Nabi Adam menjadi lengkap perwujudannya sebagai manusia yang sempurna, kemudian cahaya nurbuwah (kenabian) yang ada di badan Nabi Adam berpindah ke dalam tubuh bayi hingga dapat hidup sempurna.
Adam
mendapatkan bisikan dari Allah agar bayi tersebut dinamakan Sayidina Sis
(Nabi Sis) alias Seth atau Set-yang dalam Jitapsara (Kitab susunan Begawan
Palasara, Jawa) disebut Sang Hyang Sita. Nabi Adam memanjatkan syukur
kepada Allah dan menjalankan bisikan gaib tersebut dan bayi digendongnya. Tiba-tiba
datang badai (angin ribut) yang ikut menerbangkan cupu tempat bayi hingga
jatuh di tengah Samudera Hijau dan diterima malaikat Ngazazil.
Malaikat Ngazazil atau Ajajil ini nantinya akan berubah menjadi Iblis.
Cerita tersebut diatas secara samar-samar telah menjelaskan bagaimana Adam (dalam pengertian “ilahi” sebagai Hyang Adhama, Atman, Dzat Sejatining Urip) beremanasi atau bertajalli menjadi Sang Hyang Sita (Nabi Sis). Jelasnya, kelahiran Sang Hyang Sita (Nabi Sis) bukan melalui proses biologis antara Adam dan Hawa. Namun oleh sebab keluarnya rahsa atau “dayaning urip” dan atas kemurahan kodrat dan iradat Allah.
Namun diambil logikanya saja, saya Viddy Ad Daery menyimpulkan,Nabi Sis adalah keturunan Nabi Adam hasil pernikahan dengan Siti Hawa dalam wujud istimewa, disebut-sebut Nabi Sis itu mempunyai sifat dan fisik mirip Nabi Adam, dan bahkan segalanya mirip Nabi Adam, terutama dari segi kecerdasan dan kebijaksanaannya.
Nabi Sis mendapatkan jodoh dari Allah berupa bidadari bernama Dewi Mulat. Malaikat Ngazazil mengetahui dan mendengar bahwa kelak di kemudian hari keturunan Adam akan sangat dikasihi Allah.
Cerita tersebut diatas secara samar-samar telah menjelaskan bagaimana Adam (dalam pengertian “ilahi” sebagai Hyang Adhama, Atman, Dzat Sejatining Urip) beremanasi atau bertajalli menjadi Sang Hyang Sita (Nabi Sis). Jelasnya, kelahiran Sang Hyang Sita (Nabi Sis) bukan melalui proses biologis antara Adam dan Hawa. Namun oleh sebab keluarnya rahsa atau “dayaning urip” dan atas kemurahan kodrat dan iradat Allah.
Namun diambil logikanya saja, saya Viddy Ad Daery menyimpulkan,Nabi Sis adalah keturunan Nabi Adam hasil pernikahan dengan Siti Hawa dalam wujud istimewa, disebut-sebut Nabi Sis itu mempunyai sifat dan fisik mirip Nabi Adam, dan bahkan segalanya mirip Nabi Adam, terutama dari segi kecerdasan dan kebijaksanaannya.
Nabi Sis mendapatkan jodoh dari Allah berupa bidadari bernama Dewi Mulat. Malaikat Ngazazil mengetahui dan mendengar bahwa kelak di kemudian hari keturunan Adam akan sangat dikasihi Allah.
Maka
Ngazazil selalu berdoa kepada Allah dan selalu berupaya agar keturunan
Adam dan keturunannya bisa menyatu. Maksudnya, agar dirinya dapat
menurunkan raja-raja bagi manusia. Doa Ngazazil dikabulkan, kemudian
anaknya, Dlajah atau Dajjal, dibuat mirip dengan Dewi Mulat untuk
menggantikan isteri Nabi Sis tersebut. Sedang Dewi Mulat disembunyikan.
Setelah Ngazazil mengetahui nutfah Nabi Sis (Sang Hyang Sita) jatuh
di telanakan (rahim) Dlajah, maka cepat-cepat Dlajah dibawa pulang
ke kahyangannya dan Dewi Mulat dimunculkan kembali.
Dewi
Mulat melahirkan anak kembar pada waktu julungwangi atau saat matahari
terbit. Yang satu berwujud bayi laki-laki dan yang satunya berwujud Cahya
(Nur).
Pada waktu yang sama Dlajah juga melahirkan, tepat saat julungpujut atau saat matahari tenggelam. Yang dilahirkan Dlajah berwujud Asrar (rahsa) yang berkilauan memancarkan cahaya laksana embun pagi di daun talas. Selanjutnya Asrar tersebut dibawa Ngazazil ke Kusniyamalebari dan dipersatukan dengan anak Nabi Sis dengan Dewi Mulat yang berwujud Cahya (Nur).
Pada waktu yang sama Dlajah juga melahirkan, tepat saat julungpujut atau saat matahari tenggelam. Yang dilahirkan Dlajah berwujud Asrar (rahsa) yang berkilauan memancarkan cahaya laksana embun pagi di daun talas. Selanjutnya Asrar tersebut dibawa Ngazazil ke Kusniyamalebari dan dipersatukan dengan anak Nabi Sis dengan Dewi Mulat yang berwujud Cahya (Nur).
Kemudian
berubah menjadi laksana bayi laki-laki yang masih diliputi cahaya dan
tidak dapat dipegang.Kakek bayi-bayi tersebut, Nabi Adam (Hyang Adhama),
memberi nama Anwas (Nasa, dalam Jitapsara) kepada cucunya yang berwujud
bayi laki-laki (dari Dewi Mulat) dan Anwar (Nara, dalam Jitapsara) kepada cucunya yang
berwujud cahya (persatuan antara anak Dewi Mulat dan anak Dlajah).
Sayid Anwas tekun beribadah kepada Allah SWT., sedang Sayid Anwar gemar bertapa dan berkelana hingga bertemu dengan Malaikat Ngazazil , kakeknya, dan berguru kepadanya. Sayid Anwar mendapatkan berbagai ilmu kesaktian. Bisa berubah sebagai laki-laki atau perempuan, bisa menghilang dan kasat mata (tidak bisa diindera). Juga bisa terbang ke angkasa dan masuk ke perut bumi. Logikanya, saya Viddy Ad Dery menyimpulkan, bahwa Sayid Anwar adalah seorang liberalis atau
menghalalkan segala cara.
Ketika Sayid Anwar pulang dan bertemu Nabi Adam, maka kakeknya melihat berubahnya perilaku cucunya itu. Nabi Adam paham bahwa perubahan itu dikarenakan ulah Ngazazil dan berkata kepada Nabi Sis, bahwa kelak Sayid Anwar akan murtad dari ajaran agama yang dipeluk kakek dan ayahnya.
Paramayoga tidak secara jelas menguraikan tentang malaikat Ngazazil dan bagaimana ceritanya bisa punya “anak” bernama Dlajah. Disinilah “kehalusan” pujangga Jawa dalam menukil ajaran Islam tentang Allah Swt. dan Malaikat.
Sayid Anwas tekun beribadah kepada Allah SWT., sedang Sayid Anwar gemar bertapa dan berkelana hingga bertemu dengan Malaikat Ngazazil , kakeknya, dan berguru kepadanya. Sayid Anwar mendapatkan berbagai ilmu kesaktian. Bisa berubah sebagai laki-laki atau perempuan, bisa menghilang dan kasat mata (tidak bisa diindera). Juga bisa terbang ke angkasa dan masuk ke perut bumi. Logikanya, saya Viddy Ad Dery menyimpulkan, bahwa Sayid Anwar adalah seorang liberalis atau
menghalalkan segala cara.
Ketika Sayid Anwar pulang dan bertemu Nabi Adam, maka kakeknya melihat berubahnya perilaku cucunya itu. Nabi Adam paham bahwa perubahan itu dikarenakan ulah Ngazazil dan berkata kepada Nabi Sis, bahwa kelak Sayid Anwar akan murtad dari ajaran agama yang dipeluk kakek dan ayahnya.
Paramayoga tidak secara jelas menguraikan tentang malaikat Ngazazil dan bagaimana ceritanya bisa punya “anak” bernama Dlajah. Disinilah “kehalusan” pujangga Jawa dalam menukil ajaran Islam tentang Allah Swt. dan Malaikat.
Para pujangga Jawa menghormati ketauhidan Islam dengan
menempatkan Allah Swt. pada wilayah “tan kena kinayangapa”. Serta tetap
membuat misteri tentang posisi Malaikat. Secara samar-samar memposisikan
kesetaraan Malaikat dengan Hyang Adhama, sehingga disebutkan bahwa Malaikat
Ngazazil berkehendak ikut menurunkan raja-raja penguasa manusia. Secara
tersirat menyatakan bahwa Malaikat (sebagai Kuasa Allah) ikut mengatur
“uriping manungsa”. Maksudnya, ikut terlibat dalam proses beremanasinya
Dzat Sejating Urip selanjutnya.
Namun saya Viddy Ad Daery lebih suka melogik-kan kisah ini, karena toh bisa dilogik-kan, kalau kita mempretheli “kisah-kisah mistis”nya.
Kisah Nabi Adam dan Sis
Di dalam Taman Surga lahir seorang manusia yang diberi nama Adam. Ketika Tuhan memilihnya sebagai khalifah, para malaikat yang dipimpin Ajajil mengajukan keberatan karena umat manusia mereka anggap hanya bisa berbuat kerusakan saja. Maka, Tuhan pun mengajari Adam berbagai macam ilmu pengetahuan yang membuatnya mampu mengalahkan kepandaian para malaikat.
Di hadapan para malaikat, Tuhan menguji kepandaian Adam. Para malaikat akhirnya mengakui keunggulan Adam. Tuhan kemudian memerintahkan semua malaikat untuk bersujud menghormat kepadanya. Para malaikat serentak bersujud melaksanakan perintah Tuhan, kecuali makhluk bernama Ajajil. Dialah yang nantinya dikutuk menjadi “Iblis”.
Ajajil menolak bersujud kepada Adam karena baginya hanya Tuhan semata yang pantas disembah. Meskipun mengajukan berbagai alasan, tetap saja Ajajil dianggap sebagai pembangkang. Ajajil kemudian dikeluarkan dari Taman Surga dan dijuluki sebagai Sang Iblis.
Nabi Adam kemudian menikah dengan wanita pilihan Tuhan yang bernama Hawa. Keduanya diizinkan menikmati segala macam isi Taman Surga kecuali buah dari sebuah pohon larangan.
Sementara itu Ajajil Sang Iblis datang menyusup ke dalam Taman Surga dengan menyamar sebagai seekor ular. Tujuannya adalah untuk membuktikan bahwa Adam tidak sempurna dan bisa dikalahkan. Melalui kepandaiannya berbicara, ular samaran Ajajil berhasil menghasut Adam dan Hawa sehingga keduanya memakan buah pohon larangan tersebut. Mengetahui hal itu, Tuhan pun menghukum pasangan tersebut keluar dari Taman Surga.
Namun saya Viddy Ad Daery lebih suka melogik-kan kisah ini, karena toh bisa dilogik-kan, kalau kita mempretheli “kisah-kisah mistis”nya.
Kisah Nabi Adam dan Sis
Di dalam Taman Surga lahir seorang manusia yang diberi nama Adam. Ketika Tuhan memilihnya sebagai khalifah, para malaikat yang dipimpin Ajajil mengajukan keberatan karena umat manusia mereka anggap hanya bisa berbuat kerusakan saja. Maka, Tuhan pun mengajari Adam berbagai macam ilmu pengetahuan yang membuatnya mampu mengalahkan kepandaian para malaikat.
Di hadapan para malaikat, Tuhan menguji kepandaian Adam. Para malaikat akhirnya mengakui keunggulan Adam. Tuhan kemudian memerintahkan semua malaikat untuk bersujud menghormat kepadanya. Para malaikat serentak bersujud melaksanakan perintah Tuhan, kecuali makhluk bernama Ajajil. Dialah yang nantinya dikutuk menjadi “Iblis”.
Ajajil menolak bersujud kepada Adam karena baginya hanya Tuhan semata yang pantas disembah. Meskipun mengajukan berbagai alasan, tetap saja Ajajil dianggap sebagai pembangkang. Ajajil kemudian dikeluarkan dari Taman Surga dan dijuluki sebagai Sang Iblis.
Nabi Adam kemudian menikah dengan wanita pilihan Tuhan yang bernama Hawa. Keduanya diizinkan menikmati segala macam isi Taman Surga kecuali buah dari sebuah pohon larangan.
Sementara itu Ajajil Sang Iblis datang menyusup ke dalam Taman Surga dengan menyamar sebagai seekor ular. Tujuannya adalah untuk membuktikan bahwa Adam tidak sempurna dan bisa dikalahkan. Melalui kepandaiannya berbicara, ular samaran Ajajil berhasil menghasut Adam dan Hawa sehingga keduanya memakan buah pohon larangan tersebut. Mengetahui hal itu, Tuhan pun menghukum pasangan tersebut keluar dari Taman Surga.
Adam
kemudian membangun tempat tinggal baru di daerah Asia Barat Daya bernama
Kerajaan Kusniyamalebari. Setelah memimpin selama 129 tahun, barulah Adam
dan Hawa memiliki keturunan. Setiap kali melahirkan mereka mendapatkan
putra dan putri sekaligus. Putra yang tampan lahir bersama putri yang
cantik, sedangkan putra yang jelek lahir bersama putri yang jelek pula.
Setelah lahir lima pasangan, Adam dan Hawa berniat menikahkan putra dan putri mereka itu. Adam memutuskan untuk menikahkan putra yang tampan dengan putri yang jelek, serta sebaliknya. Sementara itu, Hawa mengusulkan agar putra yang tampan dinikahkan dengan putri yang cantik, serta putra yang jelek dengan putri yang jelek, sesuai pasangan kelahiran masing-masing.
Adam dan Hawa sama-sama saling mempertahankan pendapat. Keduanya sepakat mengeluarkan rahsa untuk mendapatkan petunjuk dari Tuhan. Atas kehendak Tuhan, rahsa milik Adam tercipta menjadi bayi namun hanya berwujud ragangan, sementara rahsa milik Hawa tetap berwujud darah. Menyaksikan hal itu Hawa pasrah terhadap keputusan Adam.
Beberapa waktu kemudian, cahaya nubuwah Adam keluar dari dahinya dan berpindah pada tubuh ragangan bayi tersebut. Akibatnya, ragangan bayi itu hidup menjadi bayi normal. Tuhan memberi petunjuk supaya bayi tersebut diberi nama Sis, di mana kelak ia akan menurunkan para pemimpin dunia. Adam sangat bersyukur dan membawa bayi Sis pulang.
Setelah Adam pergi, cupu yang tadinya digunakan sebagai wadah rahsa terhempas oleh angin kencang sehingga jatuh di dekat Samudera Hijau. Cupu tersebut ditemukan oleh Malaikat Ajajil dan disimpannya sebagai pusaka, dan diberi nama Cupumanik Astagina.
Beberapa tahun kemudian Sis tumbuh menjadi manusia istimewa yang memiliki keunggulan dibandingkan dengan saudara-saudaranya yang lain. Selain memiliki lima pasang kakak, Sis juga memiliki 35 pasang adik dan seorang adik perempuan yang lahir tanpa pasangan bernama, Siti Hunun.
Pada suatu hari Nabi Adam mengutus Sayid Sis untuk mengambil buah di Taman Surga. Sis berhasil memasuki tempat tersebut dan mendapatkan buah yang diinginkan ayahnya. Selain itu, Sis juga mendapatkan anugerah dari Tuhan berupa seorang bidadari bernama Dewi Mulat.
Sis kemudian menikah dengan Mulat. Keduanya hidup berumah tangga di negeri Kusniyamalebari.
Set menurut kepercayaan Islam
Set (Syits) (sekitar 3630-2718 SM), hidup selama kurang lebih 912 tahun, meninggal pada usia 1042 tahun. Menikah dengan Azura (Hazurah), kemudian mengandung seorang anak yang bernama Enos pada usia 105 tahun. Ia salah seorang anak Adam, yang dianggap sebagai salah satu dari nabi-nabi dalam Islam. Ia juga termasuk guru Nabi Idris yang pertama kali mengajarkan baca-tulis, ilmu falak, Menjinakkan kuda dan lain-lain.
Dalam versi yang lain , ada keturunan Nabi Sis yang disebut Sanghyang Wenang.Sanghyang Wenang adalah nama seorang dewa senior dalam tradisi
pewayangan Jawa. Ia dianggap sebagai leluhur Batara Guru, pemimpin Kahyangan Suralaya. Ia sendiri bertempat tinggal di Kahyangan Awang-awang Kumitir.
Setelah lahir lima pasangan, Adam dan Hawa berniat menikahkan putra dan putri mereka itu. Adam memutuskan untuk menikahkan putra yang tampan dengan putri yang jelek, serta sebaliknya. Sementara itu, Hawa mengusulkan agar putra yang tampan dinikahkan dengan putri yang cantik, serta putra yang jelek dengan putri yang jelek, sesuai pasangan kelahiran masing-masing.
Adam dan Hawa sama-sama saling mempertahankan pendapat. Keduanya sepakat mengeluarkan rahsa untuk mendapatkan petunjuk dari Tuhan. Atas kehendak Tuhan, rahsa milik Adam tercipta menjadi bayi namun hanya berwujud ragangan, sementara rahsa milik Hawa tetap berwujud darah. Menyaksikan hal itu Hawa pasrah terhadap keputusan Adam.
Beberapa waktu kemudian, cahaya nubuwah Adam keluar dari dahinya dan berpindah pada tubuh ragangan bayi tersebut. Akibatnya, ragangan bayi itu hidup menjadi bayi normal. Tuhan memberi petunjuk supaya bayi tersebut diberi nama Sis, di mana kelak ia akan menurunkan para pemimpin dunia. Adam sangat bersyukur dan membawa bayi Sis pulang.
Setelah Adam pergi, cupu yang tadinya digunakan sebagai wadah rahsa terhempas oleh angin kencang sehingga jatuh di dekat Samudera Hijau. Cupu tersebut ditemukan oleh Malaikat Ajajil dan disimpannya sebagai pusaka, dan diberi nama Cupumanik Astagina.
Beberapa tahun kemudian Sis tumbuh menjadi manusia istimewa yang memiliki keunggulan dibandingkan dengan saudara-saudaranya yang lain. Selain memiliki lima pasang kakak, Sis juga memiliki 35 pasang adik dan seorang adik perempuan yang lahir tanpa pasangan bernama, Siti Hunun.
Pada suatu hari Nabi Adam mengutus Sayid Sis untuk mengambil buah di Taman Surga. Sis berhasil memasuki tempat tersebut dan mendapatkan buah yang diinginkan ayahnya. Selain itu, Sis juga mendapatkan anugerah dari Tuhan berupa seorang bidadari bernama Dewi Mulat.
Sis kemudian menikah dengan Mulat. Keduanya hidup berumah tangga di negeri Kusniyamalebari.
Set menurut kepercayaan Islam
Set (Syits) (sekitar 3630-2718 SM), hidup selama kurang lebih 912 tahun, meninggal pada usia 1042 tahun. Menikah dengan Azura (Hazurah), kemudian mengandung seorang anak yang bernama Enos pada usia 105 tahun. Ia salah seorang anak Adam, yang dianggap sebagai salah satu dari nabi-nabi dalam Islam. Ia juga termasuk guru Nabi Idris yang pertama kali mengajarkan baca-tulis, ilmu falak, Menjinakkan kuda dan lain-lain.
Dalam versi yang lain , ada keturunan Nabi Sis yang disebut Sanghyang Wenang.Sanghyang Wenang adalah nama seorang dewa senior dalam tradisi
pewayangan Jawa. Ia dianggap sebagai leluhur Batara Guru, pemimpin Kahyangan Suralaya. Ia sendiri bertempat tinggal di Kahyangan Awang-awang Kumitir.
Kisah
kehidupan Sanghyang Wenang yang diangkat dalam pentas pewayangan
antara lain bersumber dari naskah “ Serat Paramayoga” yang disusun oleh pujangga Ranggawarsita, yang tentunya mengacu ke induk “Babad Tanah Jawi”.
Asal-usul
“Serat Paramayoga” merupakan karya sastra berbahasa Jawa yang isinya merupakan perpaduan unsur Islam, Hindu, dan Jawa asli. Tokoh Sanghyang Wenang misalnya, disebut sebagai leluhur dewa-dewa Mahabharata sekaligus keturunan dari Nabi Adam.
antara lain bersumber dari naskah “ Serat Paramayoga” yang disusun oleh pujangga Ranggawarsita, yang tentunya mengacu ke induk “Babad Tanah Jawi”.
Asal-usul
“Serat Paramayoga” merupakan karya sastra berbahasa Jawa yang isinya merupakan perpaduan unsur Islam, Hindu, dan Jawa asli. Tokoh Sanghyang Wenang misalnya, disebut sebagai leluhur dewa-dewa Mahabharata sekaligus keturunan dari Nabi Adam.
Sanghyang
Wenang merupakan putra Sanghyang Nurrasa, yaitu putra Sanghyang Nurcahya,
yakni putra Nabi Sis, putra Nabi Adam. Ia memiliki seorang kakak bernama
Sanghyang Darmajaka dan seorang adik bernama Sanghyang Pramanawisesa. Setelah
dewasa, Sanghyang Wenang mewarisi takhta Kahyangan Pulau Dewa dari
ayahnya. Kahyangan ini konon sekarang terletak di negara Maladewa, di
sebelah barat India.Namun ada juga yang menafsirkan “Pulau Jawa” atau
secara umum menafsirkan “Nusantara”, karena dulunya seluruh Nusantara ini
bersatu dalam satu daratan maha luas yang disebut Sunda Platz atau
Atlantis.
Berselisih dengan Nabi Sulaiman
Sanghyang Wenang dipuja bagaikan Tuhan oleh para penduduk Pulau Dewa
alias Nusantara yang saat itu kebanyakan dari bangsa jin. Secara logika bisa disebut, bahwa penduduk Nusantara zaman dulu adalah kaum primitif, telanjang bulat atau hanya berpakaian cawat, namun mempunyai tenaga raksasa ! Dan itu sudah dibuktikan oleh situs-situs sejarah !
Berselisih dengan Nabi Sulaiman
Sanghyang Wenang dipuja bagaikan Tuhan oleh para penduduk Pulau Dewa
alias Nusantara yang saat itu kebanyakan dari bangsa jin. Secara logika bisa disebut, bahwa penduduk Nusantara zaman dulu adalah kaum primitif, telanjang bulat atau hanya berpakaian cawat, namun mempunyai tenaga raksasa ! Dan itu sudah dibuktikan oleh situs-situs sejarah !
Soal
kekafiran atau kejahiliyahan para penduduk Jawa atau Nnusantara masa lalu
itu didengar oleh Nabi Sulaiman pemimpin Bani Israil. Para pengikut
Nabi Sulaiman mendesak supaya Sanghyang Wenang diberi hukuman. Nabi
Sulaiman pun mengirim panglimanya yang bernama Jin Sakar untuk menyerang
Pulau Dewa.
Jin Sakar tiba di tujuannya. Namun justru dirinya yang berhasil dikalahkan Sanghyang Wenang. Jin Sakar dikirim balik untuk mencuri rahasia kesaktian Nabi Sulaiman, yaitu Cincin Maklukatgaib pemberian Tuhan. Setelah berhasil mencuri cincin tersebut, Jin Sakar kembali ke Pulau Dewa, namun Cincin Maklukatgaib jatuh tercebur ke dasar laut.
Nabi Sulaiman jatuh sakit setelah kehilangan cincinnya. Berkat doanya yang tekun, ia pun memperoleh kesembuhan. Pulau Dewa tempat Sanghyang Wenang dipasangi tumbal sehingga meledak dan hancur menjadi pulau-pulau kecil. Sanghyang Wenang sendiri bahkan sampai mengungsi kedasar laut. Saya, Viddy Ad Daery mengambil logika dari folklor ini.
yaitu terjadi bencana katastrofis yakni meledaknya dua gunung
raksasa, gunung Toba Kuno dan gunung Krakatau Kuno, yang mengakibatkan
pecahnya Benua Atlantis ( Sunda Platz ) menjadi pulau-pulau kecil yang
kini disebut Nusantara.Jin Sakar tiba di tujuannya. Namun justru dirinya yang berhasil dikalahkan Sanghyang Wenang. Jin Sakar dikirim balik untuk mencuri rahasia kesaktian Nabi Sulaiman, yaitu Cincin Maklukatgaib pemberian Tuhan. Setelah berhasil mencuri cincin tersebut, Jin Sakar kembali ke Pulau Dewa, namun Cincin Maklukatgaib jatuh tercebur ke dasar laut.
Nabi Sulaiman jatuh sakit setelah kehilangan cincinnya. Berkat doanya yang tekun, ia pun memperoleh kesembuhan. Pulau Dewa tempat Sanghyang Wenang dipasangi tumbal sehingga meledak dan hancur menjadi pulau-pulau kecil. Sanghyang Wenang sendiri bahkan sampai mengungsi kedasar laut. Saya, Viddy Ad Daery mengambil logika dari folklor ini.
Membangun Kahyangan Tengguru
Beberapa tahun kemudian setelah Nabi Sulaiman meninggal, Sanghyang Wenang pun muncul kembali dan membangun kahyangan baru di Gunung Tengguru. Setelah memimpin sekian tahun lamanya, Sanghyang Wenang mewariskan takhta ahyangan kepada putranya yang bernama Sanghyang Tunggal. Setelah itu, ia sendiri juga manunggal, bersatu ke dalam diri putranya itu.
Meskipun Sanghyang Wenang telah bersatu ke dalam diri Sanghyang Tunggal, namun para dalang dalam pementasan wayang masih tetap memunculkan tokoh Sanghyang Wenang dalam lakon-lakon tertentu. Hal ini dimungkinkan karena setelah bersatu dengan ayahnya, Sanghyang Tunggal tetap memakai nama ayahnya, yaitu Sanghyang Wenang sebagai salah satu nama julukannya.
Kalau diambil logikanya, pemakaian nama warisan adalah hal biasa sampai sekarang, misalnya Sultan Hamengku Buwono I mewariskan nama kepada putranya, Sultan Hamengku Buwono II dan seterusnya sampai kini.
No comments:
Post a Comment